Brainoundrium: Mengulas Cerpen "Sulaiman Pergi Ke Tanjung Cina"

Thursday, 17 September 2015

Mengulas Cerpen "Sulaiman Pergi Ke Tanjung Cina"

(1) Buatlah struktur teks cerita pendek “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina” di atas ke dalam kolom yang tersedia.
No
Struktur Teks
Kalimat dalam teks
1
Abstraksi
Kemilau emas memancar saat Zhu membentangkan benang emas di sudut kain pelepai. Sinar perak jarum di tangannya menyulam satu kehidupan tajam yang menusuk. Udara Danau Menjukut berbau bunga kopi, bertiup perlahan memasuki rongga hati, dan menghempas dada Zhu pada barisan awan di langit menuju ke arah lau, ke arah pantai, ke arah teluk Tanjung Cina. Di sanalah Sulaiman, lelaki yang telah menebas separuh umurnya, telah terkubur dan pergi.
2
Orientasi
Kegembiraan separuh umur, dan kesedihan pada ujung hidupnya, menciptakan runcing jari-jari Zhu pandai menari. Menari dan bernyanyi di atas hamparan kain sulaman. Menyerut seluruh jiwa yang sedih, yang gembira, yang mabuk, dan putus asa. Lautan asmara, nyanyian cinta, kerinduan perih, dan pujian kepada tanah tempat lelakinya terkubur. Ia menyeru di atas sehelai kain pelepai, menggambar pola-pola yang rumit, dan membayangkan seluruh dirinya masuk. Menjadi naga yang
menggerakkan seluruh gelombang tanah, bukit, gunung-gunung, menjadi liukan benang-benang emas dan rajutan benang-benang perak yang berkelit dan berkelindan dalam gulungan warna aroma ombak, hijau daun, putih awan.
3
Komplikasi
Akulah lelaki yang menentang angin di malam ketika serentetan tembakan menggema sepanjang malam. Nyala api membumbung, membakar lumbung, membakar atap dan dinding-puluhan rumah. Demi tuhan, kesedihan turun lewat langkah-langkah bergegas,dan teriakan kematian menggema pada lading-ladang kopi. Sayup dibalai kampong sekumpulan lelaki memainkan gamelan bamboo cetik, dengan nada putus-asa, seolah dengan pukulan-pukulan itu mereka menyatakan bahwa mereka adalah sekelompok petani pribumi yang punya hak sama, dan tak sudi untuk pergi.

Sejak sore hari, menjelang magrib, tanda-tanda itu sudah dimulai. Made sukari berlari menurunin bukit, sambil terus menunjukan ke arah lembah,”celaka. Mereka betul-betul tengah bergerak! Mereka hendak menyerbu!”

Dua ekor gajah telah mati,seminggu sebelum kegawatan semakin memuncak, dan made sukari berlari member tanda menurunin bukit. Wajah-wajah pucat dan gemetaran menjalar, melewati lading, kebun, dan  rumah-rumah yang langsung siaga.

“siapa lagi yang telah membunuh gajah-gajah itu? Demi tuhan,ini pertanda celaka!”
Dua gajah telah mati. Sebelumnya, empat ekor gajah di temukan tanpa nyawa dengan leher terbelah dan gading lenyap meninggalkan dua bolongan kasar di kepala. Tak ada petani di kualakambas yang tega membunuh makhluk raksasa bermata lembut. Puluhan, bahkan ratusan kali mereka menghalau gajah-gajah yang tersesat di lading, hanya dengan teriakan serta sapaan,” pergilah manis,hus,hus,pergilah dari ladng kami.”antara gajah dan petani telah memiliki tautan hati yang sama. Tak perlu ada perang  menempel, apalagi sampai memebelah leher.

Mereka akan pergi dengan langkah lamban,dan anak-anak seringkali menyanyikan nyanyian gembira sebagai pengiring, “pergilah wahai barisan gendut, menuju hutan,bersama angin,menyongsong hujan….”
Api gajah-gajah itu telah terlanjur mati,dibunuh dengan keji. Dan gajah yang mati akan menuntut balas dari Negara. Sudah terlalu lama kampong ini berurusan dengan Negara. Bahkan 18 tahun silam, ayahku terbunuh bersama 200 petani kopi yang dianggap membangkang,memberontak,hanya lantaran ia kukuh berkata:” sudah berpuluh tahun kami berdiam disini, sebelum kawasan hutan Negara ditetapkan. Kami tidak tinggal di hutan, tidak merusak hutan, dan tidak punya niat menjarah hutan. Kami adalah petani! Kami adalah pribumi, meski leluhur kami berasal dari berbagai pulau dan berbagai suku!kami adalah…”

Akulah lelaki yang menentang angin di malam ketika serentetan tembakan menggema sepanjang malem. Akulah yang seringkali berkata kepada mereka, bahwa kematian gajah-gajah hanyalah alas an agar kami semua dianggap bersalah, dan berhak untuk dipaksa pergi. “pergilah kalian, bakar kebun kopi dan lading, dan berhak untuk dikembalikan menjadi hutan!” begitulah yang seringkali kudengar dari mulut ibuku saat menceriterakan bagaimana ayahku mati. Maka tak perlu lagi bertanya tentang siapa pembunuh gajah, kenapa gajah harus dibunuh. Demi tuhan, ketika made sukari berlari menuruni bukit, dan para lelaki berkumpul dibalai kampong lalu memainkan gamelan bamboo cetikdengan putus asa, aku sudah berkata : “ larilah ke hutan. Carilah jalan.”

Tapi mereka bergeming. Lalu suara tembakan, lalu asap pertama mengepul, lalu suara-suara jeritan, teriakan dan entah-barangkali kematian. Gelap aku menerabas pepohonan,menyeretn tanggan Nyiwar-ibuku.berkelebetan di pekat hutan, terus berlari, menerabas berhari-hari.entah berapa waktu telah hilang digerus perih dan lapar,dan kesakitan. Hinggah tiba di kampong yang entah,sebuah jalan raya, dan truk pengangkut karet membawaku ke depan pintu gerbang ini.
“ tolong bukakan gerbang.katakan pada Nona Zhu, saya sulaiman. Saya tidak sedang membawa barang. Saya harus ketemu Nona Zhu.”

***

Sulaiman, dan berpuluhan lelaki yang ia kenal baik, biasanya datang membawa karung-karung biji kopi kering dengan kualitas terbaik. Tapi kali ini, Zhu melihat sesosok  lelaki berantakan, penuh goresan luka, serta menggengam bungkusan kain-yang jelas pastilah bukan biji kopi- dan memandang kepadanya dengan tatapan gawat. Zhu melangkah mundur dengan refleks, “ cepat masuk!”
“mohon maaf,Nona Zhu, ini ibu saya,”sulaiman memperkenalkan Nyiwar. “saya tidak membawa…”
“sutinaaa,” Zhu memanggil pelayan, lalu menatap sulaiman, “kalian belum makan berhari-hari? Demi tuhan,aku sudah mendengar berita-berita soal kerusuhan di kualakambas. Hampir semua supir menceritakan isu-isu simpang siur. Astaga.”

“saya, Nona,” seorang pelayan perempuan muncul. “ segera siapkan makanan!” Zhu menghirup nafas dalam-dalam. “ setiap petugas yang dating memeriksa gudangku, selalu aku kataka, bahwa aku tak pernah menerima biji kopi dari perkampungan yang masuk kawasan hutan Negara. Tapi kau tahu, sulaiman, bertahun-tahun aku tetap menerima kopi dari kalian. Selalu dalam pikiranku, bahwa ada sesuatu yang salah dari negeri  ini. Nah, sampai dua hari lalu, aku mendapat penekanan yang lebih keras, bahkan ancaman, jika ada karung-karung biji kopi yang dicurigai berasal dari kawasan hutan Negara, gudangku akan dibakar. Nah, bisa apa aku, sulaiman?sekarang engkau makanlah bersama ibumu. Sutinah sudah menyiapakannya. Setelah itu, pergilah…. Demi tuhan, sulaiman, aku tak bisa berbuat apa-apa. Bisa apa aku, dalam kondisi seperti ini? Aku tidak bisa menawarkan kalian untuk tinggal.”

“saya memang tidak tahu dimana saya harus tinggal,Nona. Saya dating ke sini lantaran bertahun-tahun Nona melindungi kami, dengan cara tetap membeli kopi dari kebun kami meskipun teramat besar resiko buat Nons. Tentu say tidak akan lagi merepotkan….”
Ada nada perih, dan Zhu tak sanggup menatap wajah lelaki itu.
[….]

Selalu ia berkata:”belum saatnya engkau mengerti,Zhu. Tetap tinggallah di kamar. Jangan keluar rumah.jagan bercerita pada siapa pun, bahwa ada banyak orang dirumah ini. Engkau mengerti?”
Dan ia hanya mengangguk.dan bertahun-tahun kemudian, barulah ia mengerti.

Lalu kini, di hadapannya, seorang lelaki muda dan seorang perempuan tua, menjadi perlarian dan datang di depan gerbang pintu rumahnya. Ia melihat kedua orang itu dari jauh, dari sebrang meja makan, dan air mata Zhu menitik dalam diam. Demi tuhan, bukan dua sosok di meja makan itulah yang ia lihat, tapi bayangan sebelas tahun silam serta keagungan ayahnya yang mampu berdiri tegak diantara  para perlarian, meskipun penuh resiko.

“terimakasih, Nona. Hanya delapan belas kain tipis itulah barang yang bisa kami bawa. Terserah Nona, mau dinilai berapa. Kami membutuhkan uang untuk pergi ke jawa.delapan belas kain tipis ini, disulam ibu saya dengan sepenuh jiwa bertahun-tahun,” begitulah sulaiaman berkata.
Lalu Zhu melihat kepergian dua orang itu. Terpaksa hanya bisa melihat. Dengan hati perih.

***

Siapa nanya, bahwa delapan belas helai kain tapis buatan tangan Nyiwar, telah membuat batin Zhu tercabik parah dan gila, begitu teramat menderita. Ia tak pernah membayangkan, bahwa sehelai kain akn menyimpan getaran dahsyat yang langsung menusuk pada jiwanya yang paling dalam. Pola-pola dari silangan benang emas dan benang perak, liuk-liukan garis yang menyerupai api, cinta, dendam, serta gambar gambar dekoratif dalam olahan lambang daun, tanah, laut, dan langit,telah menuntutnya untuk berkaca pada dirinya, serta hatinya. Alangkah dalam sentuhan jiwa yang paling perih, alangkah gila cinta yang tertahan rindu dan kehilangan, alangkah ganas dendam yang terekam dalam keputusasaan, alangkah inday jiwa-jiwa yang halus! Sungguh Zhu merasa telanjang dan malu. Betapa ia malu.

Dengan segera ia menyebar orang-orang untuk mencari jejak Sulaiman.

“Carilah mereka. Geledah setiap kamar penginapan. Periksa setiap ruas jalan pintas perkampungan. Mereka baru pergi dua belas jam! Kalian paham? Bawa mereka kesini, bawalah mereka…”

Zhu memberi perintah pada semua yang ada, setengah memohon, setengah menangis. Ia lantas berlari ke tengah halaman, melihat langit, dan mencoba menemukan wajahnya sendiri di keluasan langit. Pada awan-awan yang berarak. Pada biru warna yang menyerupai cermin. Hingga larut malam tak ada kabar. Hungga Zhu tertidur memeluk delapan belas kai tapis.

Hingga harapan pagi harinya berubah semakin tipis. Dan pada siang hari, seorang pencari mengetuk ruangan Zhu sambil berkata,

                “Merekaa suda ada di depan, Nona.”

Alangkah aneh, saat Zhu langsung menghambur dan memluk Nyiwar, “Tidak sepatutnya aku meminta kalian pergi. Aku meminta maaf. Tinggallah disini.”

                “Terimakasih Nona. Tapi kenapa ?” Sulaiman menyela.
                Ia merasa heran.

“Aku malu dengan kebesaran Ayah, kemuliaan leluhur, yang menitipkan namanya padaku. Kami pernah mengalami hal serupa denganmu, Sulaiman. Dan kini, aku siap dengan segala resiko. Sekali lagi, aku mohon, maafkan keputusanku yang terburu-buru kemarin. Tinggallah di sini.” Betapa Zhu ingin terus memeluk Nyiwar,melihat kedalaman matanya, merasakan kerut tanganya, dan melihat ada apakah dibalik tubuh ringkih yang sesunggunya eramat perkasa ini? Dari mana datangnya kehalusan jiwa sehingga tangan keriput ini bisa mengalirkan keindahan,kobaran cinta, kerinduan sedih, serta dendam putus-asa, lewat tarian sulaman kain tapis yang begitu menggetarkan? Ia ingin bertanya. Ia ingin menyelam. Ia ingin merengkuhkan seluruh tubuhnya, dan dengan hormat memanggil “Ibu.”

Maka setiap malam, ia selalu datang mengajak Nyiwar menyelami langit di halaman, duduk berdua, meliat laut melewati bulan.

“Bulatan cahaya bulan,bunga, kopi, dan warna laut diatas kain tapis,seperti hamparan tanah,Nona. Benang emas akan mengalir dengan gerak batang jarum sebagai takdir. Seperti harapan ketika membesarkan Sulaiman. Seperti cinta yang tak habis pada ayah Sulaiman. Seperti mencintai rumah dan tanah. Cobalah Nona genggam sekepal tanah,rasakan denyutnya. Kain tapis, benang, warna-warna , semua akan berdenyut jika dirasakan dengan benar….”

Nyiwar akan terus bicara, dan Zhu dengan sungguh-sungguh menyimak.

Kadang tentang masa kecil Sulaiman,. Tentang penembakkan. Tentang air mata yang mengalir saat menanam benih kopi. Tentang gelak tawa. Tentang air hujan. Tentang pembakaran rumah. Tentang apa saja.

                “Jadi Ibu membesarka sulaiman sendiri?”

“Dengan tanaman kopi, ya, dengan sedikit getah damar. Semua,semua,semua adalah tinggal keringat kami. Dan juga doa.”

                Nyiwar kadang terkekeh saat menceritakan Sulaiman.

“Ia seperti ayahnya, dengan naluri besar melindungi dan membela para petani. Menyelundupkan biji-biji kopi agar tetap bisa dijual, dan berbagai upaya agar petani bisa bertahan, ditengah berbagai ancman. Ia seperti ayahnya. Tak bisa melihat orang lain menderita. Kau tahu, Nona, ia melihat dengan kepala sendiri, saat ayahnya ditembak mati.
4
Evaluasi
Adakah yang gentar menolak takdir? Saat cahaya langit terus berganti,maka cahaya hati juga bisa berganti. Setiap kali Zhu memandang di kejauhan kamar, tempat lelaki itu membuka jendela, ia selalu melihat bayangan ribuan kunang-kunang yang melesat memnuhi hatinya. Ia tiba-tiba saja merasakan bagaiman angin yang bertiup dari kamar Sulaiman, adala tiupan harum seribu bunga. Ia benci jatuh cinta, tapi ia juga tak bisa menolak jatuh cinta. Berhari, berminggu, kekaguman pada lelaki itu semakin tumbuh. Wawasanya yang luas, cara bicaranya yang sopan, dan terutama; tindakan-tindakan berbahaya yang terus ia lakukan meskipun ia dalam persembunyian. Ia terus menggalang kontak dengan para petani, mencatat data, mencari bukti-bukti. Berkali sulaiman tak pulang dan Zhu menjadi cemas. Maka berkali ketika akhirnya Sulaiman muncul, rona wajah Zhu menjadi purnama.
5
Resolusi
Zhu Ni Xia, perempuan matang yang kini telah memilih takdirnya. Pada malam ketika barang singgah dibandar, ia menitipkan pesan untuk ayahnya.

“Aku telah menemukan lelaki,Ayah! Dan aku jatuh cinta kepadanya. Datanglah segera untuk menjadi wali putrimu tercinta.”

Ada purnama, ada cahaya, tapi ada lautan yang mengirimkan badai.

“Sampaikan pada Sulaiman, aku bersedia menjadi istrinya,” begitu ia meminta kepada Nyiwar, dan begitulah Nyiwar mengatakan pada Sulaiman. Lalu bulan berganti.

Ketika madu tumpah dilautan, ketika ia telah resmi memanggil Ibu kepada Nyiwar, dan begitulah Nyiwar –perempuan lembut sekokoh karang-dan ia resmi memanggil Abang kepada suami; angin ibukota tiba-tiba mengirimkan badai lebih besar pada parasnya yang jelita.
6
Koda
Dari Teluk Jakarta sebuah kapal perang berpenumpang ratusan prajurit merapat di Bandar, mengendap di subuh hari. Mengepung kota, menyisir gunung. Berita pemberontakan petani kopi kembali pecah menjadi prahara.

Segerombolan lelaki garang mendobrak gerbang pintu rumah pengantin jelita, membakar gudang dan memporakporandakan segala.

Teriakkan kata penghianat dan penadah, mengawali letusan tembakkan dipagi buta. Sulaiman digelandang paksa meninggalkan ceceran darah, dan tatapan penuh cinta.

 (2) Sekalipun ada peristiwa monologis dan dialogis sebagai peristiwa pembangun cerita, tetapi hakikatnya peristiwa itu menunjukkan karakter yang sama, yaitu peristiwa sebagai pembangun cerpen selalu terbentuk atas tokoh, latar, dan alur. Ketiganya adalah pembangun cerita yang konkret atau disebut juga fakta. Fakta yang konkret ini secara eksplisit membangun cerpen ataupun fiksi lainnya sehingga ketiganya disebut sebagai fakta cerita. Melalui fakta cerita itulah tema, pesan, amanat, tujuan, suasana, dan sudut pandang diaktualisasikan. Oleh karena itu, belajar menulis cerpen harus diawali dengan pemahaman fakta cerita ini. Ketiga unsur itu dijalin menjadi satu kesatuan peristiwa yang indah, menghibur, dan memiliki konflik yang menarik.
(a)Tokoh dalam cerita merujuk pada “orang” atau “individu” yang hadir sebagai pelaku dalam sebuah cerita, yaitu orang atau individu yang mengaktualisasikan ide-ide penulis. Lewat tokoh itulah penulis menyampaikan gagasannya. Agar kalian lebih memahami tokoh dan penokohan itu, identifikasilah tokoh yang terdapat dalam cerpen “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina” itu, lalu deskripsikanlah tokoh itu.
(b)                   Penokohan dalam cerpen “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina."
No.
Tokoh
Karakteristik Tokoh
1.
Sulaiman
Pemberani, penyayang, pantang menyerah dan gigih.
2.
Zhu Ni Xia
Baik, cerdas, ulet, tergesah-gesah dalam pengambilan keputusan, dan dermawan.
3.
Nyimar
Ibu Sulaiman yang baik, penyayang, rajin, sabar, lemah lembut, dan bekerja keras.
4.
Zhu Miau Jung
Ayah Zhu yang baik, tegas, bijaksana dan mulia.
5.
Made Sukari
Warga yang baik dan pemberani.
6.
Sutinah
Pembantu Zhu yang sigap dan penurut.

(c) Latar cerita merupakan lingkungan, yaitu dunia cerita sebagai tempat terjadinya peristiwa. Dalam latar itulah segala peristiwa yang menyangkut hubungan antartokoh terjadi. Latar dalam cerita biasanya mempunyai dua tipe. Pertama, latar yang diceritakan secara detail. Hal ini biasanya terjadi jika cerpen fokus pada persoalan latar. Kedua, latar yang tidak menjadi fokus utama dalam masalah. Biasanya latar di sini hanya disebut sebagai background saja sebagai tempat peristiwa, tidak dideskripsikan secara detail.
Setelah kalian membaca cerpen “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina” itu, gambarkanlah latar yang membangun cerpen itu.
Latar/ setting     :
-       Latar alat                     : Kain tapis, gamelan bambu, kapal perang.
-       Latar suasana            : Tegang ,Haru, Sedih.
-       Latar tempat             : Bandar Lampung, Kualakambas, Ladang, Hutan, Kebun, pelabuhan, Pantai, Balai kampung, Rumah Zhu.
-       Latar waktu                : Pagi, petang, malam hari, subuh.
(d)Alur merupakan keseluruhan sekuen (bagian) peristiwa yang terdapat dalam cerita. Alur adalah peristwa yang terbentuk karena proses sebab akibat (kausal) dari peristiwa lainnya, yang membentuk rangkaian peristiwa dalam cerita, dan berbagai peristiwa yang ada dalam cerita memiliki hubungan yang erat, karena kehadiran satu peristiwa menyebabkan hadirnya peristiwa yang lain. Alur itulah yang menjadi struktur pembangun teks cerita pendek, yang di dalamnya terdapat abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda.
Alur dalam cerita biasanya mempunyai kaidah sendiri, yang meliputi tiga hal. Pertama, kemasukakalan (plausibilitas), artinya cerita memiliki kelogisan. Kedua, rasa ingin tahu (suspense), artinya perasaan kurangpasti terhadap peritiwa yang terjadi, khususnya yang menimpa tokoh yang kemudian diberi simpati oleh pembaca. Keberadaan suspense ini akan mendorong, menggelitik, dan memotivasi pembaca untuk setia mengikuti cerita dan mencari jawaban terhadap kelanjutan cerita. Ketiga, adanya kejutan (surprise), artinya peristiwa yang berisi kejutan dalam cerita. Biasanya peristiwa yang dibangun pengarang di luar dugaan pembaca. Dengan adanya kejutan, sebuah cerpen menjadi tidak membosankan. Keempat, kepaduan (unity), artinya berbagai unsur yang ditampilkan dalam alur cerita haruslah memiliki kepaduan. Setiap unsur yang ada hendaknya membentuk satu kesatuan yang utuh sehingga keberadaan antarunsurnya menentukan keberadaan unsur yang lain.
 1. Plausibilitas (kemasukakalan)
Plausibilitas merupakan sisi suatu alur cerita yang masuk akal dalam penyelesaian masalahnya, dengan kata lain suatu cerita mesti memiliki kelogisan untuk memenuhi kaidah ini.
        a. Logis : - Percintaan antara Zhu dengan Sulaiman karena mereka saling bertemu.
                        - Orang Cina (Zhu) disuruh merantau.
                        - Zhu khawatir gudangnya akan dibakar karena dituduh penadah.
       b. Tidak logis : - Waktu subuh, maghrib padahal tokohnya beragama konghucu,
                                 hindu.
                               - Ayah Zhu membantu petani padahal orang Cina biasanya tidak
                                 peduli dengan petani.
                               - Zhu (orang Cina) menikah dengan Sulaiman (pribumi) padahal
                                 orang Cina jika menikah dengan pribumi akan dikeluarkan dari
                                 silsilah keluarga.
    2. Suspense (rasa ingin tahu)
Suspense memacu rasa ingin tahu pembaca terhadap peristiwa yang terjadi pada tokoh atau peristiwa lainnya. Hal ini sangat penting agar membuat pembaca tidak jenuh untuk membaca cerita hingga akhir, intinya dengan suspense cerita akan makin hidup dan mendorong pembaca melanjutkan membaca cerita untuk mengetahui jawaban dari permasalahan.
Contoh :
“...Dan gajah yang mati akan menuntut balas dari negara...”
Di sini pembaca akan mencari tahu, tindakan apa yang akan dilakukan oleh negara sebagai balas perlakuan atas matinya gajah-gajah tersebut.
    3. Surprise (kejutan/jawaban dari suspense)
Di dalam cerita ada-ada saja hal yang tak disangka-sangka terjadi, hal inilah yang dinamakan dengan suspense. Penyelesaian masalah yang tak disangka-sangka sebelumnya oleh pembaca akan membuat pembaca semakin tertarik meneruskan membaca cerpen. Selain itu akan membangun sebuah kesan tersendiri pada pembaca.
Contoh :
“Zhu yang tiba-tiba jatuh cinta pada Sulaiman setelah melihat hasil sulaman Nyiwar.”
Ini merupakan peristiwa yang tidak dikira-kira sebelumnya, itulah yang disebut surprise.
    4. Unity (kepaduan)
Tentunya sebuah cerita memiliki kesatuan dan hubungan yang sangat erat antar peristiwa satu dengan peristiwa lainnya. Begitu juga dengan cerpen "Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina", peristiwa satu ke peristiwa lainnya saling mengikat

11 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...